A. LATAR BELAKANG
Sudah terlalu lama peradaban kehidupan manusia disentralisasikan pada sebuah ide westernisasi dimana gaya hidup dan kebudayaan di setiap negara yang ada di dunia dikiblatkan pada kemajuan dunia barat, termasuk di Indonesia. Segala hal yang berkaitan dengan lingkungan, kearifan lokal, dan kehidupan masyarakat selalu dikaitkan dengan ilmu dan kearifan yang tidak terlahir dari kekayaan lokalitas tiap-tiap area ataupun negara. Pilar- pilar ini akhirnya menyebabkan keseragaman hasil budaya yang menumpuk pada sebuah kemiskinan nilai dan moral yang pada akhirnya mencapai titik jenuh. Usaha untuk keluar dari sebuah sistem yang telah lama mengikat potensi keaslian lokalitas ini menjadi tantangan bagi para pelaku pembinaan diseluruh negara, khususnya di Indonesia, dan arsitek, usahawan dan budayawan adalah salah satu pionir yang seharusnya turut serta menggali kembali kualitas keoriginalan budaya yang berkonsep akrab dengan lingkungan sekitar. Dalam arsitektur yang seharusnya ada dalam territorial kita adalah arsitektur yang mampu menberikan kenyamana bagi semua kalangan yang berada di sekitarnya dan sinergi dengan alam yang merupakan rumah bagi seluruh makhluk hidup. Arsitektur akrab dengan lingkungan bisa menjadi jembatan antara dunia arsitektur yang membentuk sebuah ruang untuk sebuah aktivitas dengan alam yang memberikan kehidupan bagi semua. Arsitektur yang akrab dengan lingkunagan tidak hanya satu bangunan yang akrab dengan lingkunaganya dengan lokalitas sekitar melaikan seluruh bangunan akrab dengan lingkungan sekitar dan lingkungan sekitar bisa menerimanya dengan tanpa keterpaksaan.
Sebuah upaya menggali kearifan lokal harus merujuk pada tindakan yang nyata dan langsung menyentuh kehidupan masyarakat, dimana ilmu pengetahuan yang merujuk ke ramah lingkungan harus tetap menjadi penyangga utama yang dapat bersinergi. Bukan tanpa alasan bahwa peradaban nenek moyang kita, bangsa indonesia, telah berhasil menciptakan pengetahuan yang cukup menegenai konteks kehidupannya dengan alam sehingga dapat menciptakan sebuah kebudayaan yang menghasilkan lingkungan yang sesuai dengan iklim dan keadaan georafis daerah tersebut yang tepat guna bagi kelangsungan hidupnya. Pertanyaannya; mengapa kita justru meninggalkan kearifan lokal yang telah ditemukan oleh para pendahulu kita, yang terbukti berhasil menciptakan kehidupan yang berkelanjutan? Mengapa kita tidak berangkat dari kearifan lokal yang kita miliki sebagai hasil pengalaman hidup yang selaras dengan lingkungan dan kebudayaan asli kita, dan dari situlah kita menggali kemandirian yang kontekstual pada kehidupan masyarakat Indonesia.
Pada tataran praktis, bangsa indonesia sudah memiliki ilmu pengetahuan yang merupakan hasil kearifan lokal Indonesia, yaitu kehidupan manusia dan alam yang harus selaras. pengetahuan ini memacu munculnya keseimbangan dua pilar tesebut menghasilkan suatu kemandirian untuk hidup dalam menghadapi kemajuan jaman. Disinilah pilar ketiga, yaitu kemandirian, mengambil peranan penting dalam menyentuh relung- relung kehidupan masyarakat indonesia secara mendalam. Saat kondisi yang seimbang dengan lingkungan yang lahir dari kearifan lokal ini digali dan dikembangkan menjadi sebuah model pembangunan kehidupan yang penuh dengan kemandirian yang dinamis. Secara aplikatif, kita dapat menerapkan kemandirian itu dalam kemajuan perkembanan jaman pada pembangunan perkotaan. Atau penciptaan sebuah sistem yang mengacu pada tata ruang tradisional yang telah dikontekstualisasikan pada kehidupan perkotaan. Bukan tidak mungkin kita dapat menciptakan sebuah tipologi pembangunan Indonesia yang mandiri,dan original yang kaya akan nilai dan moral. Bagaikan sebuah tripod arsitek yang tanggap lingkunagan dan memiliki sifat kemandirian yang bisa membaca peluang-peluang masa depan dengan mengankat kearifan lokal yang ramah lingkungan. Dan tidak dapat dipungkiri juga kalau arsitek dapat melebur dalam seluruh aspek kehidupan manusia yang tetap menyangga keberlangsungan kearifan lokal bangsa Indonesia. Sudah saatnya kita berdiri diatas kaki sendiri demi masa depan yang cemerlang.
B. TUJUAN KEGIATAN
Membuka wawasan mengenai penerapan kearifan lokal dalam arsitektur yang ramah lingkungan yang mendasar ke arah kemandirian dalam membaca peluang-peluang masa depan, serta berdiskusi tentang penggalian kembali kearifan lokal yang potensial untuk nantinya secra praktis diterapkan dalam arsitektur dan contoh-contoh penerapannya dalam peluang masa depan.
C. TEMA
“Architecture and Vision”
D. JUDUL
“Akrab Lingkungan, Kearifan Lokal dan Kemandirian:The Local Tripod”
E. WAKTU & TEMPAT PELAKSANAAN
Hari & Tanggal:
Sabtu, 26 Maret 2011
Waktu:
Pukul 8.00-16.00 WIB
Tempat:
Convention Hall Balai Agung Majapahit, Hotel Santika Premier Malang
Jl. Letjen Sutoyo No. 79 Malang 65141
Biaya Pendaftaran:
Mahasiswa Rp75.000,00
Umum Rp100.000,00
Tempat Pendaftaran:
Himpunan Mahasiswa Arsitektur Brawijaya Lantai 2 Gedung Kemahasiswaan
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jln. MT. Haryono 167, Malang 65145
Blog: archubpost.blogspot.com
Email archubpost@yahoo.com
Contact Person: Tyas (085648990863)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar